Tahun 2014 kemarin, Kementerian Agama Republik Indonesia mengadakan Apresiasi Pendidikan Islam 2014. Kegiatan tersebut merupakan bentuk kepedulian Kemenag terhadap dunia pendidikan Islam. Salah satu penerima penghargaan tersebut adalah Ratna Amalia, pemenang Lomba Karya Tulis Ilmiah Lawatan Sejarah yang
diselenggarakan oleh Direktorat Kebudayaan Kemendikbud di Siak Riau,
pada 16-20 Juni 2014. Pada saat presentasi, Ratna mempresentasikan sebuah esai sederhana hasil tulisannya. Isi esai presentasi Ratna bisa dibaca dibawah ini :
Bangsa Bersatu Karena Bahasa
Pendahuluan
“Tak kenal maka tak sayang” begitulah
pepatah mengatakan. Ini adalah kata-kata halus yang pantas dilontarkan
pada kita semua yang masih asing dengan sejarah bahasa tanah air kita,
ya Bahasa Indonesia. Mengapa tak kenal? Ini merupakan pertanyaan yang
harus kita jawab bersama.
Sebagai generasi bangsa, sudah
sepantasnya dan seharusnya kita mengetahui sejarah bangsa kita, salah
satunya adalah sejarah Bahasa Indonesia, bahasa yang kita pergunakan
setiap hari. Mirisnya, sebagian dari kita tidak mengambil pusing atas
ketidaktahuan yang semu ini. Padahal Bahasa Indonesia erat kaitannya
dengan proses terbentuknya bangsa Indonesia. Indonesia merupakan bangsa
multicultural, yaitu sebuah bangsa yang memiliki beragam agama, budaya,
serta bahasa. Melalui proses yang cukup panjang tercetuslah Basaha
Indonesia sebagai bahasa persatuan yang diangkat dari bahasa Melayu pada
saat dilaksanakan sumpah pemuda.
Rasa penasaran saya terhadap pengetahuan
pemuda masa kini mengenai seluk beluk Bahasa Indonesia terjawab ketika
saya bertanya pada teman-teman mengenai hal tersebut, banyak diantara
mereka yang mengatakan belum tahu tentang sejarah Bahasa Indonesia.
Namun, tidak menutup pandangan bahwasannya ada juga beberapa teman saya
mengatakan bahwa mereka sedikit banyak tahu mengenai sejarah Bahasa
Indonesia, hanya saja mereka tidak secara mendalam memahaminya.
Sekarang, yang seharusnya kita pikirkan
adalah bagaimana cara mengenalkan kesejarahan Bahasa Indonesia sebagai
rumpun dari Bahasa Melayu pada generasi bangsa. Mengapa perlu adanya
pengenalan bahasa? Harapannya adalah kita bisa lebih memahami dan
menghargai perbedaan serta mengutamakan persatuan, sebab bangsa kita
bersatu lewat Bahasa Indonesia.
Sejarah Bahasa Melayu
Bahasa Melayu merupakan bagian
terpenting dari kerabat Bahasa Austronesia dan berbagai bahasa lainnya
dengan batasan luas, yang ada sejak sepuluh ribu tahun lalu dari
peradaban Asia Timur (Collins, 2005). Pada perkembangannya, Bahasa
Melayu di Nusantara mencapai puncak pada masa Kerajaan Sriwijaya. Tanpa
adanya bahasa sebagai alat komunikasi, interaksi antar individu maupun
suku akan terhambat. Penggunaan bahasa melayu di Nusantara dapat kita
lihat bentuk peninggalannya yaitu pada batu nisan di Minye Tujoh Aceh
pada tahun 1380, Prasasti Kedukan Bukit di Palembang pada tahun 683,
Prasasti Talang Tuo di Palembang pada Tahun 684, Prasasti Kota Kapur di
Bangka Barat pada Tahun 686, dan Prasati Karang Brahi di Bangko Merangi
Jambi pada Tahun 688, peninggalan-peninggalan ini menjadi bukti bahwa
Bahasa Melayu telah berkembang di Nusantara.
Ahli bahasa membagi perkembangan Bahasa
Melayu ke dalam tiga tahap utama, yaitu Bahasa Melayu kuna sekitar abad
ke-7 hingga abad ke-13, pada waktu itu Bahasa Melayu digunakan sebagai
bahasa resmi yang digunakan di kerajaan, dalam keseharian digunakan juga
sebagai bahasa perdagangan, berinteraksi dengan masyarakat di pasar dan
pelabuhan (Collins, 2005). Kemudian Bahasa Melayu klasik yakni dengan
mulai ditulisnya huruf Jawi (sejak abad ke-15). Peralihan dari Bahasa
Melayu kuna menjadi Bahasa Melayu klasik dipengaruhi dengan masuknya
agama Islam di Asia Tenggara pada abad ke-13. Selepas itu, Bahasa Melayu
mengalami banyak perubahan dari segi kosa kata, struktur ayat dan
tulisan. Menurut pemahaman saya, hal ini terjadi karena semakin
berkembangnya pemikiran manusia yang mempengaruhi ragam budaya, salah
satunya bahasa. Dan perkembangan selanjutnya adalah Bahasa Melayu Modern
yang ditandai dengan muncul banyaknya tulisan-tulisan dengan Bahasa
Melayu, seperti Hikayat Nahkoda Muda, Bustan al-Katibin karya Raja Ali
Haji seorang raja istana Riau dan lain sebagainya (Krishadiawan, 2013).
Sudah lama Bahasa Melayu di Indonesia
digunakan untuk saling berhubungan dengan antar suku bangsa, demikian
juga saat orang-orang Eropa datang, mereka juga menggunakan Bahasa
Melayu untuk berinteraksi dengan masyarakat Indonesia. Ketika pemerintah
Belanda membutuhkan tenaga Indonesia yang mampu berbahasa Belanda, maka
penggunaan Bahasa Melayu sedikit tergeser (Sutjianingsih dkk, 1989).
Hubungan Bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia
Setelah mengetahui sejarah tentang
Bahasa Melayu, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah apa keterkaitan
Bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia? Seperti kita ketahui bersama,
bahwa Bahasa Indonesia diangkat dari Bahasa Melayu. Hal ini tidak dapat
terlepas dari peristiwa penting yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan bahasa persatuan kita, yaitu peristiwa sumpah pemuda.
Sumpah pemuda adalah tonggak dalam
sejarah pergerakan nasional bangsa Indonesia. Sumpah pemuda lahir
merupakan hasil kongres pemuda kedua pada 27-28 Oktober 1928. Dalam
sumpah pemuda ditegaskan cita-cita Indonesia, yaitu tanah air Indonesia,
bangsa Indonesia dan Bahasa Indonesia. Mengapa bahasa turut serta
didalamnya? Karena dengan bahasa, negara Indonesia yang terdiri atas
banyak suku bangsa dan ragam budaya dapat menyatu membentuk semangat
nasionalisme. Semangat inilah yang nantinya menjadi kristalisasi dalam
mewujudkan negara Indonesia.
Saat perencanaan sumpah pemuda yang
pertama, butir ketiga dalam sumpah pemuda belum mengakui Bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan. Muhammad Yamin menyatakan hanya ada
dua bahasa yang berpotensi menjadi bahasa persatuan, yakni Bahasa Melayu
dan Jawa, walaupun masyarakat Indonesia mayoritas menggunakan Bahasa
Jawa, namun Bahasa Melayu penggunaannya lebih luas dan lebih mudah
dipahami secara umum, maka atas kesepakatan bersama diambillah Bahasa
Melayu sebagai bahasa nasional. Namun, Mohammad Tabrani mengususlkan
agar nama Bahasa Melayu disamakan dengan nama nusa dan bangsa Indonesia,
walaupun unsur-unsurnya Melayu, pendapat itu dapat diterima oleh
bersama dan lahirlah bahasa persatuan Indonesia yang pertama kali
dikenal dengan istilah Bahasa Indonesia (Tempo, 2012).
Memilih sesuatu pasti ada dasarnya,
begitu juga pemilihan Bahasa Melayu yang kemudian diangkat menjadi
Bahasa Indonesia. Mengapa demikian? Muhammad Yamin selaku penggagas
Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional mempunyai beberapa alasan penting
atas usulannya. Pertama, Bahasa Melayu telah sangat lama digunakan
sebagai bahasa antar suku bangsa di Indonesia dalam kegiatan
perdagangan, pers, penerbitan, lalu lintas darat dan laut. Kedua,
diantara dua bahasa yang diajukan sebagai bahasa nasional, Bahasa Melayu
lebih mudah dimengerti, karena tidak memiliki tingkatan tinggi rendah
seperti yang ada pada Bahasa Jawa. Selain itu, Bahasa Melayu yang
sederhana mudah dipelajari dan dikembangkan karena memiliki kelincahan
dan kemampuan menyerap bahasa asing. Tak lepas dari itu adalah
keikhlasan suku daerah lain untuk menggunakan Bahasa Melayu yang
diangkat menjadi bahasa nasional, masing-masing suku tidak merasa bahasa
mereka tersaingi, bahkan mereka juga menyadari akan potensi Bahasa
Melayu dalam menyatukan bangsa Indonesia (Gunawan, 2005).
Adanya bahasa membuat kita lebih mudah
berinteraksi dengan dunia luar, begitu juga peran Bahasa Melayu yang
telah diadopsi menjadi bahasa nasional Indonesia dalam menyatukan
bangsa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara dan bahasa
persatuan yang digunakan untuk berkomunikasi antar suku bangsa. Pada
masa kolonial Belanda, Bahasa Melayu yang telah diangkat menjadi Bahasa
Indonesia digunakan sebagai bahasa kedua setelah Bahasa Belanda. Tidak
hanya sebagai alat komunikasi tapi juga sebagai penyemangat persatuan.
Perkembangan Bahasa Indonesia pada masa penjajahan Jepang mengalami
kemajuan, karena penggunaan Bahasa Belanda dilarang dan diperbolehkan
berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia.
Perkembangan Bahasa Indonesia
Pada saat ini penggunaan Bahasa
Indonesia kian beragam. Dimulai dari penggunaan di dunia pendidikan
sebagai pengantar dalam pembelajaran, dalam dunia pekerjaan dan
pergaualan. Kita semua pasti tahu, kalau bahasa dapat berkembang. Ya,
demikian juga dengan Bahasa Indonesia. Sekarang Bahasa Indonesia sedikit
banyak berbeda dengan Bahasa Indonesia masa dahulu. Misalnya adalah
penulisan kata tjinta yang kini berubah menjadi cinta, kata doeloe yang
kini berubah menjadi dulu dan lain sebagainya. Apakah ini adalah hal
yang salah? Tentu tidak, kawan. Bahasa kian berkembang dari masa ke
masa. Dalam perkembangannya Bahasa Indonesia tidak menolak masuknya
bahasa lain. Justru dengan adanya penyerapan dari bahasa lain dapat
memperkaya Bahasa Indonesia terutama dari segi perbendaharaan kata.
Walaupun demikian, struktur bahasa Indonesia masih tetap dalam
kaidahnya. Masih senantiasa menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa
Indonesia (Kompas, 2012).
Masuknya kebudayaan dan bahasa asing
ternyata juga memberikan dampak bagi keberlangsungan bahasa kita.
Pasalnya, banyak diantara kita yang sama sekali belum tahu mengenai
sejarah panjang lahirnya Bahasa Indonesia dan mereka lebih tertarik pada
bahasa asing. Sebenarnya ini bukanlah masalah yang besar, namun jika
kita biarkan terjadi, dikhawatirkan generasi kedepan akan menjadi buta
pada sejarah bangsa. Jangan sampai seperti pribahasa “Kacang lupa
Kulitnya”.
Andaikata kita secara kuat memegang
pedoman dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, kekhawatiran ini,
tidak lagi menjadi ancaman. Justru menjadi suatu kebanggaan yang mana
generasi Indonesia cakap dalam berbahasa. Apakah kiranya, hal yang
menyebabkan kelalaian terhadap sejarah bahasa? Ada dua faktor yang
menyebabkan lalainya kita pada bahasa. Yaitu faktor intern dan ekstern.
Faktor intern yang dimaksud adalah kurangnya
kemauan masyarakat Indonesia untuk mengerti sejarah bahasa negaranya,
sehingga berakibat pada kurangnya tindakan yang mencerminkan rasa bangga
pada negara. Hal ini dapat terjadi ketika setiap individu sibuk dengan
kehidupan mereka, penuh rasa acuh tak acuh dalam dirinya. Sedangkan
faktor ekstern yang menjadi penyebab ketidaktahuan tentang bahasa
kita adalah dibiusnya para pemuda dengan hal-hal baru yang penuh dengan
fatamorgana yang seolah-olah menenggelamkan Bahasa Indonesia dari diri
pemuda.
Dengan fenomena yang saat ini terjadi,
misalnya adalah interaksi yang terjadi di kelas, banyak teman-teman saya
yang lebih mengerti bahasa gaul daripada bahasa baku Indonesia, mereka
mengaku kesulitan ketika diminta untuk berpendapat tentang suatu hal
dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sementara ketika mereka
bercerita tentang bahasan yang terkait pelajaran, dengan mudahnya
mengucapkan kalimat Bahasa Indonesia dengan pelesetan-pelesetan bahasa.
Dari hal kecil semacam ini gaya pemikiranpun akhirnya terpengaruh,
amnesiapun terjadi. Parahnya lagi adalah pengorbanan para pahlawan,
khususnya dalam merumuskan Bahasa Indonesia tidak tampak sama sekali
dihadapan mereka.
Tidak semata-mata menghakimi masuknya
bahasa dan kebudayaan asing di Indonesia sebagai hal yang salah.
Nyatanya, dengan adanya pekembangan di dunia juga memberikan dampak
positif bagi kita. Kita juga dituntut untuk mengetahui bahasa asing agar
kita mengetahui pekembangan zaman, dan canggihnya teknologi. Memberikan
motivasi untuk bisa mencintai Indonesia juga mempelajari dunia. Dengan
bahasa kita dapat menggenggam dunia (Alhada, 2012).
Bukan hal sepele dan juga serius, tapi
dampaknya sangat menjurus jika hal semacam ini kita biarkan. Peran guru
sejarah dalam hal ini sangat berpengaruh. Dengan adanya pendidikan
sejarah yang mengenalkan sejarah bangsa, salah satunya adalah sejarah
lahirnya Bahasa Indonesia akan menorehkan ingatan dalam diri siswa
bahwasannya kehebatan suatu bahasa dalam mempersatukan bangsa sangatlah
luar biasa. Agar senantiasa memberikan toleransi dan mengutamakan
persatuan.
Kesimpulan
Bahasa Melayu merupakan bagian
terpenting dari kerabat Bahasa Austronesia dan berbagai bahasa lainnya
dengan batasan luas, yang ada sejak sepuluh ribu tahun lalu dari
peradaban Asia Timur. Ahli bahasa membagi perkembangan Bahasa Melayu ke
dalam tiga tahap utama yaitu Bahasa Melayu kuna, Bahasa Melayu klasik
dan Bahasa Melayu Modern.
Keterkaitan bahasa Melayu
dengan Bahasa Indonesia telihat jelas pada peristiwa sejarah yang sangat
penting yaitu Sumpah Pemuda. Namun, pada perkembangannya kini, banyak
generasi bangsa kita yang sama sekali belum mengetahui tentang sejarah
lahirnya bahasa nasional. Hal ini di pengaruhi oleh dua hal, yaitu
faktor intern dan faktor ekstern. Dalam upaya pengenalan kesejarahan
bahasa pada generasi bangsa perlu adanya kerjasama yang solid antara
orang tua, sekolah, dan pemerintah. Harapan adanya pengetahuan tentang
sejarah bangsa adalah para pemuda generasi bangsa dapat menerima dan
menghargai adanya perbedaan, serta menyadari betapa pentingnya menjaga
keutuhan bahasa sebagai pemersatu bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Collins, James. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia. Hal 1. Jakarta: Yayasan Obor
Gunawan, Restu. 2005. Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan Indonesia. Hal 138. Yogyakarta: Ombak
Sutjianingsih, dkk. 1989. Sejarah Pemikiran Tentang Sumpah Pemuda. Hal 29. Jakarta: Depdikbud
Sumber Internet :
Alhada. 2012. Cara Mengembalikan Jati Diri Bangsa. Diakses dari http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-42607-Makalah-Cara%20Mengembalikan%20Jati%20Diri%20Bangsa%20Indonesia.html (Diakses pada 2 Juni 2014 pukul 20.37)
Kompas.2012. Diakses dari http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/24/penggunaan-bahasa-indonesia-zaman-sekarang-496222.html (Diakses pada 30 Mei 2014 pukul 16.03)
Krishadiawan. 2013. Sejarah dan Perkembangan Bahasa Melayu. Diakses dari
0 komentar:
Posting Komentar