Waktu
kecil saat masih sekolah di MI, orangtua melatih kita berpuasa dengan beberapa
cara. Salah satunya ada yang di ajari untuk berpuasa setengah hari atau
istilahnya "puasa bedugan", puasa yang saat bedug dhuhur boleh
berbuka dan setelah itu dilanjutkan berpuasanya. Ada juga yang di motivasi
dengan mengiming-imingi hadiah jika dapat menyelesaikan puasanya di hari itu
misalnya di belikan sesuatu. Cara-cara seperti itu sah-sah saja untuk memacu
motivasi anak.
Dalam mendidik dan memanajemen, baik
keluarga maupun institusi diperlukan reward and punishment untuk memacu dan
menstimulator motivasi. Reward adalah pemberian hadiah atau penghargaan atas
tindakan, perbuatan atau prestasi yang telah dilakukan. Sedangkan punishment
adalah hukuman atas tindakan atau perbuatan yang salah yang telah
dilakukan.
Ada surga, ada neraka. Allah menjanjikan surga sebagai hadiah bagi orang beriman dan diberikan-Nya neraka sebagai hukuman bagi orang yang banyak melanggar perintah-Nya. Janji pemberian hadiah dan hukuman itu banyak di firmankan-Nya dalam Al-Qur'an untuk memotivasi manusia agar mau beriman dan meninggalkan larangan-Nya. Bahkan, Allah SWT justru memerintahkan kita untuk menggunakan janji-jani tersebut sebagai rangsangan bagi manusia untuk mau berbuat baik.
Teladan tersebut memberikan jawaban bagi kita bahwa pemberian hadiah dan hukuman pun boleh kita terapkan untuk memotivasi anak agar mau berbuat baik. Namun yang paling penting untuk dipahami bahwa metode ini bukan satu - satunya metode yang menjadi pilihan bagi orang tua. Bukan pula metode yang terbaik. Hal ini disebabkan metode ini masih memiliki ketergantungan pada faktor eksternal yaitu pada hadiah dan hukuman itu sendiri. Ada metode lain yang lebih baik, yaitu manakala anak mau memperbaiki kepribadiannya atas dasar kesadaran diri dan motivasi yang muncul dari diri anak sendiri. Hal ini biasa disebut dengan motivasi intrinsik (motivasi internal). Metode ini jauh lebih baik karena tak memiliki ketergantungan terhadap faktor eksternal, sehingga anak lebih mudah mengelola dirinya sendiri kapan dan dimana saja.
Sementara itu, metode pemberian hadiah dan hukuman sebaiknya dijadikan sebagai metode perantara saja, dalam rangka orangtua dan pendidik menuju kepada proses menumbuhkan motivasi instrinsik pada diri anak. Karena pada proses ini tidaklah mudah pelaksanaannya dan memerlukan waktu pula, maka sambil diberlakukan metode perantara tersebut, orang tua dan pendidik harus melakukan upaya menumbuhkan metode instrinsik tersebut. Manakala sudah nampak hasil munculnya motivasi instrinsik pada diri anak, maka metode pemberian hadiah dan hukuman bisa di akhiri.
Itu sebabnya, ketika diberlakukan metode pemberian hadiah dan hukuman harus sudah direncanakan target masa berakhirnya. Sementara orangtua dan pendidik pun harus pula mempelajari cara-cara menumbuhkan motivasi instrinsik ini, agar dapat menerapkannya sedikit demi sedikit bersamaan dengan metode hadiah dan hukuman ini.
Implementasi
di Institusi
Di
dalam institusi pun ternyata reward and punishment sangat diperlukan. Tanpa
adanya reward and punishment, seorang leader akan dianggap sebelah mata dan
tidak mempunyai wibawa dimata bawahannya. Tanpa adanya reward and punishment,
apa yang diperintahkan oleh leader terhadap bawahannya hanya akan dianggap
angin lalu saja. Kenapa?karena mau melakukan atau tidak apa yang diperintahkan
leader, toh tidak ada dampaknya sama sekali so kenapa harus repot-repot.
Bisakah sebuah institusi berjalan dengan optimal
tanpa adanya reward and punishment?Menurut saya tidak bisa. Seorang leader, karena
mempunyai rasa "rikuh pekewuh", segan atau tidak enak yang sangat
besar maka untuk melakukan reward and punishment sangat sulit. Dampaknya sudah
bisa ditebak, dia akan terjebak oleh perasaan dia sendiri. Mau tegas
melaksanakan gimana, enggak melaksanakan juga gimana. Seandainya terjadi
seperti ini, lalu bagaimana solusinya yang terbaik?Kalau memang tidak bisa
melakukannya secara langsung, buat saja secara tertulis.
0 komentar:
Posting Komentar