Minggu, 26 April 2015

Orientasi Hasil atau Proses ?

Mana yang lebih penting, proses atau hasil? Apakah kita akan menempuh segala cara agar anak mau melaksanakan shalat? Tak peduli apakah harus dengan paksaan, ancaman atau hukuman, yang penting anak mau shalat? Banyak terjadi ketika kita menyuruh anak-anak untuk shalat dengan cara-cara seperti itu. Di tempat anda seperti itukah?

Begitu banyak orang lupa bahwa proses jauh lebih penting daripada hasil. Proses pembelajaran yaitu usaha yang dilakukan anak adalah merupakan lahan perjuangan yang sebenarnya. Sedangkan hasil yang akan diperoleh nantinya tidak bisa dijadikan patokan keberhasilannya, karena ada banyak faktor yang mempengaruhi selain dari pengaruh proses atau usaha anak saja. Orang yang cenderung lebih mengutamakan hasil tidak terlalu mempermasalahkan proses pencapaian hasil tersebut dilakukan benar atau salah, secara halal atau tidak,
Sebuah contoh bisa diambil dari sekolah yang membuat buku penilaian aktifitas shalat para siswa selama di rumah. Orangtua wajib memberikan tanda ceklis jika anak melakukan shalat di rumah dan tanda silang ketika mereka tak melakukannya. Dengan tujuan memotivasi siswa, guru memberikan janji hadiah kepada mereka yang memiliki pelaporan yang baik di bukunya itu. Sayangnya, pihak sekolah tidak tahu cara untuk mengetahui kebenaran isi buku tersebut. Jujur tidaknya ketika orangtua mengisi, atau bahkan siswa sendirilah yang secara diam-diam mengisikan tanda ceklis di bukunya. Pihak sekolah tidak merasa penting menilai alur proses yang terjadi dalam menumbuhkan kebiasaan siswanya shalat, tetapi hanya menstandarkan pemberian hadiah pada hasil saja yaitu bukti yang tertera di buku pemantauan tersebut. Hal ini membawa akibat menimbulkan permasalahan baru karena membuka kecenderungan bagi siswa untuk berbuat tidak jujur hanya demi memperoleh hadiah atau bahkan orangtua pun terdorong untuk tidak jujur karena pengaruh naluri keorangtuaannya yang menginginkan anaknya memperoleh sanjungan dan keberhasilan di sekolah.
Kemudian, pemberian hadiah juga perlu pikirkan secara matang. Hadiah bisa diberikan dalam bentuk materi atau non materi. Dalam bentuk materi, bisa berupa uang atau barang. Dibandingkan dengan bentuk hadiah materi lainnya, hadiah berupa uang justru lebih banyak memiliki faktor negatif. Tidak semua anak siap untuk memanfaatkan dengan benar uang yang ada di tangannya. Diperlukan kecerdasan finansial tersendiri agar uang di tangan mereka tidak terbuang percuma atau bahkan bisa berbalik mencelakakannya. Itu sebabnya, pemberian hadiah berupa uang masih boleh dilakukan sepanjang orangtua atau pendidik menyertai pemberian tersebut dengan bimbingan dan arahan agar anak mampu mengelola uangnya tersebut dengan baik. Akan lebih baik lagi jika hadiah berupa uang diberikan tetapi dengan syarat untuk ditabung atau untuk membeli keperluan sekolah.
Masih banyak alternatif bentuk hadiah materi lain yang lebih baik daripada uang. Diantaranya adalah hadiah yang bernilai edukatif, atau benda-benda yang memang menjadi kebutuhan anak, sehingga mau tidak mau dalam bentuk hadiah ataupun tidak, tetap saja orangtua harus membelikannya. Tas dan sepatu misalnya, atau tempat bekal sekolah, tempat pensil hingga kaos kaki yang rutin dibeli tiga bulan sekali. Daripada nantinya harus membelikan juga, tak ada salahnya memberikan kebutuhan-kebutuhan dalam bentuk hadiah.

0 komentar:

Posting Komentar